Senin, 16 Januari 2012

Pengaruh Dosa Dalam Kehidupan

I. Mukadimah


Setiap ada pelanggaran sekecil apa pun, pelanggaran itu pasti akan diberikan sanksi dan hukuman oleh Allah SWT. Tidak ada pelanggaran yang dilakukan manusia yang luput dari pantauan Allah dan pengawasann-Nya. Akan tetapi, hukuman yang Allah akan berikan dan timpakan kepada setiap pelanggar ketentuannya bisa dipercepat. Hal ini berarti hukumannya bisa didapatkan di dunia dalam bentuk yang ditentukan dan dikehendaki-Nya. Dari kebanyakan hukuman itu, ada yang ditangguhkan sampai datang hari pembalasan. Namun, pengaruh negatif dari segala bentuk dosa itu bisa dirasakan dan didapatkan oleh pelaku secara khusus, dan mungkin berimbas kepada masayarakat yang ada disekelilingnya secara umum.



II. Pengaruh Dosa


Segala bentuk kemaksiatan memiliki pengaruh negatif dan berbahaya bagi hati dan jasmani, baik di dunia maupun di akhirat. Kebanyakaan dari pengaruh dosa itu tidak diketahui, kecuali oleh Allah SWT. Adapun pengaruh dari dosa itu adalah sebagai berikut.


1. Terhalang dari Cahaya Ilmu


Pelangaran atas setiap ketentuan Allah merupakan sebuah kebodohan. Ilmu adalah cahaya Allah yang disimpan di dalam hati seseorang yang dikehendaki-Nya, dan kemaksiatan bisa memadamkan cahaya ilmu.

Suatu ketika Imam Syafi’i duduk dihadapan Imam Malik dan membacakan sesuatu kepadanya, maka Imam Malik merasa kagum dengan apa yang ia lihat dari kesempurnaan kecerdasan, kepandaian yang gemilang, dan pemahaman Imam Syafi’i atas ilmu yang paripurna. Imam Malik lalu berkata, ”Aku berkeyakinan bahwa Allah telah meletakkan cahaya di dalam hatimu, maka jangan padamkan cahaya itu dengan kegelapan kemaksiatan.”

Adapun Imam Syafi’i berkata dalam lantunan bait syairnya.

Aku mengadukan kekurangmantapan hapalanku kepada Imam Waki’i

Maka, dia memberi nasehat untuk meninggalkan segala bentuk maksiat

Dan dia berkata, “Ketahuilah, bahwasanya ilmu adalah anugerah Ilahi

Dan anugerah Ilahi itu tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.


2. Kegalauan Menyelimuti Hati


Pelaku kemaksiatan akan menemukan kegalauan, ketakutan, dan kegundahan jiwa di salam hatinya. Pelaku dosa tidak akan menemukan kelezatan hati, walaupun segala bentuk keindahan dan saran hidup yang berbentuk materi dia miliki. Akan tetapi, kegundahan itu tidak akan hilang. Sebab, kelezatan hati dan ketenangan jiwa hanya akan didapatkan oleh orang yang memiliki hati yang hidup, yang selalu disiram oleh iman dan keta’atan. Sebuah peribahasa Arab melukiskan, ”Sakit karena luka tidak dirasakan oleh orang telah mati”, dan kemaksiatan merupakan sebab kematian hati seseorang.

Dikisahkan oleh para ulama bahwa seseorang pernah mengadu kepada salah seorang dari mereka. Ia merasa dirinya menemukan kegalauan, kegundahan hidup, dan kengerian dalam hatinya. Maka, dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya dosa–dosa telah membuat hatimu gundah gulana, maka tinggalkanlah dosa-dosa itu. Jika kamu menginginkan untuk melakukannya dan hiduplah dalam ketenangan.”

Tidak ada dalam hidup ini yang paling menyakitkan hati, kecuali kegalauan dan kegundahan hati yang diakibatkan oleh dosa yang menimpa pelakunya. Semoga Allah menolong kita dari hal tersebut.


3. Ketakutan untuk Berinteraksi dengan Orang Lain


Ada ketakutan yang dirasakan oleh pelaku dosa untuk melakukan hubungan dengan orang lain, terutama dengan para pelaku kebaikan dan orang-orang soleh. Seolah ada penghalang dan jurang yang sangat dalam, yang memisahkan antara dirinya dengan orang-orang yang baik dan soleh. Ketika kekhawatiran itu semakin kuat, maka semakin jauh pula hubungan dirinya dengan mereka. Akibatnya, dia tidak akan mendapatkan manfaat dan keberkahan dan kebaikan dari mereka. Oleh karena itu, dia akan semakin dekat dengan tentara syetan (hizbusysyaithan) sesuai dengan kejauhan dirinya dari wali-wali Allah (hizbullah), dan sekaligus jauh dari Allah Yang Maha Rahman, dikarenakan kemaksiatan yang dia lakukan. Akhirnya, dia merasa terisolasi dari kehidupan bermasayarakat terutama dengan orang-orang soleh, bahkan sampai terhadap istri, orang tua, anak, dan keluarga secara luas.

Salah seorang ulama soleh terdahulu mengatakan, “Aku bisa melihat akibat perbuatan maksiatku pada perilaku kendaran dan istriku.”


4. Kesulitan dalam Setiap Urusan


Pelaku kemaksiatan akan menemukan segala bentuk kesulitan dalam setiap urusannya. Apabila dia dihadapkan dengan sebuah urusan, maka seolah semua pintu penyelesaiannya tertutup dan terkunci rapat. Hal ini kebalikan orang yang dekat dengan Allah (orang bertaqwa), karena orang seperti itu akan selalu diberikan jalan keluar dari setiap permalasannya.


“…Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan memberikan jalan keluar bagi dirinya.” (ath-Thalaaq: 2)


Adapun barangsiapa yang mematikan ketakwaannya dan menggantikannya dengan kemaksiatan terhadap Rabb-nya, maka Allah akan menjadikan segala urusannya sulit. Sungguh mengherankan, bagaimana kehidupan seorang hamba—yang semua pintu kebaikan dan ketakwaan tertutup rapat bagi dirinya serta seluruh jalan menujunya sulit ditempuh dan ditelusuri, tetapi dirinya tidak mengetahui penyebab semua itu. Ketahuilah, wahai hamba Allah, bahwa kemaksiatanlah penyebabnya.


5. Kegelapan yang Hakiki di dalam Hati


Pelanggaran terhadap ketentuan Allah adalah kedzaliman, dan kedzaliman adalah kegelapan bagi pelakunya. Pelaku maksiat akan merasakan kegelapan hati, sebagaimana dirinya merasakan gelap gulita di malam hari. Seorang pendosa akan menemukan kegelapan hati seperti kenyataan keseharian dikala malam tiba dengan gelap gulita yang menakutkan, sehingga dirinya tidak bisa melihat kebenaran yang semestinya dia lakukan. Cahaya ketaatan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan sudah ditutupi oleh kelamnya kemaksiatan. Bahkan ketika kegelapan bertambah, maka bertambah pula kebingungan, dan ia akhirnya terjerumus pada bid’ah, kesesatan, dan hal-hal yang membinasakan, sementara ia tidak menyadarinya. Perumpamannya seperti orang buta yang keluar sendirian dimalam hari. Kekuatan kegelapan maksiat ini bisa tampak pada sorot mata serta raut muka dan setiap orang bisa melihatnya.

Abdullah bin Abbas ra berkata, “Sesungguhnya kebaikan itu memberikan cahaya pada wajah pelakunya, menjadi pelita bagi hati, memberi kelapangan rizqi, membentuk kekuatan jasad, dan membuat orang-orang mencintainya. Adapun sesungguhnya kejahatan itu membuat muka carut marut, memberi kegelapan dalam hati, kelemahan pada badan, mengurangi pintu rizqi, dan membuat orang lain membencinya.


6. Memperlemah Hati dan Jasad


Pengaruh kemaksiatan terhadap hati merupakan hal yang sangat mudah kita temukan. Hal ini disebabkan karena kelemahan hati itulah seseorang bisa terjerumus dan berani melanggar aturan Allah dengan melakukan kemaksiatan. Adapun bila kemaksiatan terus menerus dilakukan, maka ia bisa mematikan hati secara keseluruhan. Artinya, hati tidak akan memiliki saluran untuk program kebaikan sedikit pun. Maksiat mempunyai pengaruh terhadap daya tahan tubuh, dikarenakan kekuatan tubuh tertumpu pada kekuatan hati. Dikala hati memiliki kekuatan, maka tubuh secara spontan akan memiliki daya tahan yang kokoh. Inilah hati dan badan hamba-hamba Allah yang taat an soleh. Adapun orang jahat, walaupun tubuhnya kekar, pada hakekatnya dirinya adalah orang yang paling lemah dikala dihadapkan dengan kebutuhan. Cukuplah sejarah menjadi bukti kongkrit yang bisa dijadikan dalil atas hal dia atas. Betapa kuatnya Bangsa Romawi dan Persia secara fisik, namun mereka dikalahkan oleh orang-orang yang beriman yang memiliki kekuatan tubuh, terutama kekuatan hati.


7. Menjauhkan Seseorang dari Ketaatan


Keta’atan dan kemaksiatan adalah dua hal yang saling bersebrangan. Tidak akan terjadi perkumpulan diantara keduanya, bahkan yang akan terjadi adalah pergumulan yang saling mengalahkan. Maka, apabila seseorang terjerumus dengan kemaksiatan berarti dirinya sudah mengalahkan ketaatan. Seandainya kemaksiatan tidak memiliki hukuman—kecuali terhalangnya seseorang dari ketaatan, maka sebagai pengganti dosa itu adalah menghalangi ketaatan selanjutnya, kemudian dari ketaatan yang ketiga, dan terus seperti itu, sehingga tidak ada ketaatan lagi, kecuali terputus dan terhalang oleh kemaksiatan yang sudah dilakukannya. Dengan demikian, kemaksiatan itu akan menghalangi dari ketaatan yang demikian banyak jumlahnya, padahal setiap bentuk kebaikan yang terhalang itu memiliki pahala yang lebih baik dari dunia beserta isinya ini. Perumpamaan dosa yang menghalangi ketaatan itu persis seperti seseorang yang memakan satu hidangan yang menimbulkan penyakit yang cukup lama, sehingga memaksa dirinya untuk tidak makan hidangan-hidangan selanjutnya, padahal kualitas hidangan itu lebih enak dan lezat dari yang ia makan.


8. Melakukan Kemaksiatan Memberikan Celah Kemaksiatan Lain.


Sesungguhnya segala bentuk kemaksiatan merupakan satu proyek yang dibangun oleh iblis dengan seluruh bala tentaranya. Oleh sebab itu, melakukan satu kemaksiatan merupakan bibit unggul yang akan melahirkan kemaksiatan lainnya, sehingga apabila seseorang sudah tertawan oleh kemaksiatan, maka sulit kiranya untuk melepaskan dari genggamannya. Sebagian ulama salaf mengatakan, ”Sesungguhnya sebagian dari hukuman kejahatan adalah timbulnya kejahatan lainnya.” Demikianlah seterusnya.

Hal ini disebabkan segala bentuk ketaatan dan kemaksiatan itu laksana karakter yang sudah mendarah daging dan menempel pada setiap pelakunya. Apabila orang soleh yang taat meninggalkan ketaatan, maka dirinya akan merasa tersiksa dikarenakan hilangnya satu kesempatan untuk mendapatkan kebaikan, seolah dirinya adalah ikan yang berpisah dengan air yang merupakan tempat hidupnya. Demikian pulalah orang yang jahat, apabila dirinya tidak melaksanakan kemaksiatan, maka dadanya merasa sesak. Semua jalan kebaikan yang ada dihadapannya buntu dan tetutup, karena kemaksiatan sudah menjadi makanan dan minuman kesehariannya. Apabila seseorang terbiasa dengan kemaksiatan, maka Syaitan akan datang memberikan bantuan, sekaligus mengangkatnya menjadi prajurit yang siap diperintah untuk menyesatkan manusia lainnya.



9. Kemaksiatan memperpendek umur dan menghapus kebarakahannya


Para ulama berbeda pendapat tentang pengaruh maksiat terhadap perpendekan umur pelakunya. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan memperpendek umur adalah hilangnya kebarakahan dari umur yang Allah berikan kepadanya. Sebab, pada dasarnya umur sebagai amanat Allah apabila dipergunakan untuk melakukan pengabdian dan ketaatan, maka walaupun umurnya pendek, dia akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda seolah-olah dia hidup lebih dari itu. Sebagian lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud memperpendek umur memiliki makna yang sebenarnya, sebagaimana kemaksiatan mengurangi rezeki pelakunya.

Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan memperpendek umur akibat maksiat adalah kematian hati. Sebab, hakikat kehidupan menurut mereka adalah kehidupan hati. Oleh sebab itu, Allah menganggap orang kafir sebagai orang mati. Setidaknya, demikian yang Allah SWT firmankan dalam surah an-Nahl ayat 21.

Secara keseluruhan, pendapat para ulama di atas menunjukkan bahwa seseorang yang berpaling dari Allah dan sibuk dengan kemaksiatan akan hilang hari-hari kehidupannya yang sebenarnya, dan kelak dirinya akan menyesali perilaku yang dipertontonkannya tatkala berada di dunia. Dari gambaran ekspresi penyesalan itu, Allah berfirman,


“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, ‘Ya, Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?’” (al-Munaafiquun: 10)


“…dan orang kafir berkata, ‘Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah.’” (an-Naba`: 40)


Dalam ayat yang lain Allah menggambarkan ekspresi penyesalan itu.


“Dia mengatakan, ‘Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.’” (al-Fajr: 24)


Rahasia permasalahan ini adalah bahwasanya umur manusia selama hayatnya—dan tidak ada kehidupan melainkan untuk menghadap Allah dengan segala yang ada pada dirinya, dan merasa nikmat dengan mencintai dan mengingat-Nya, serta mendahulukan keridhaan-Nya.


10. Kemaksiatan penyebab kehinaan pelakunya di hadapan Allah dan manusia


Berkata Al-Hasan al-Bashri, ”Mereka menghinakan Allah, maka mereka bermaksiat kepada-Nya. Seandainya mereka memuliakan-Nya, niscaya Dia akan menjaga mereka. Dan apabila seseorang menghinakan Allah dengan bermaksiat kepada-Nya, maka tidak akan ada seorang pun yang memuliakannya.”

Allah berfirman,


“…Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang memuliakannya….” (al-Hajj: 18)


11. Meremehkan dosa pertanda kehancuran


Apabila seseorang tidak henti-hentinya melakukan dosa hingga dirinya menganggap kecil dosa yang dilakukannya, maka hal tersebut merupakan tanda kehancuran dirinya oleh karena dosa, manakala dianggap kecil oleh manusia, justru semakin besar di hadapan Allah SWT. Rasulullah saw. Bersabda,


“Sesungguhnya, orang mukmin melihat dosa seolah-olah dia berada di bawah gunung. Dia merasa ngeri apabila gunung itu menimpanya. Adapun orang jahat melihat dosa seolah-olah lalat yang hinggap di batang hidungnya. Maka, dia mengatakan dengannya demikian hingga lalat itu terbang.” (HR Bukhari)


12. Dosa membuat pelakunya dilaknat Allah dan Rasul-Nya


Sesungguhnya, dosa memaksa pelakunya untuk masuk dalam laknat Allah dan Rasul-Nya. Allah melaknat pencuri, peminum khamar, pemberinya, pemerasnya, penjualnya, pembeli, pemakan harga, pembawanya, dan setiap pihak yang membantu terjadinya kemaksiatan khamar. Allah juga melaknat orang yang menghardik kedua orang tuanya dan pelaku dosa-dosa lainnya. Rasulullah saw. pun telah melaknat pelaku dosa seperti melaknat laki-laki yang menggunakan pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian lakai-laki, pemberi suap dan yang menerima suap, serta perantara yang menimbulkan pelanggaran berupa suap-menyuap, dan lain sebagainya.


13. Terhalang dari doa Rasulullah saw. dan doa para malaikat yang mulia


Sesungguhnya, Allah SWT telah memerintahkan kepada Nabi-Nya untuk memintakan ampun bagi orang mukmin laki-laki dan perempuan. Allah berfirman,


“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), ‘Ya, Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala. Ya, Tuhan kami, masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya, Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang- orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar.’” (al-Mukmin: 7-9)


Inilah doa para malaikat Allah bagi orang-orang mukmin yang bertobat dan mengikuti kitab-Nya dan sunnah Rasulullah, yang tidak ada petunjuk selain keduanya. Maka, orang-orang yang tidak memiliki sifat yang didoakan di atas, termasuk pelaku kemaksiatan, tidak berhak mendapatkan kebaikan doa para makhluk Allah yang mulia itu.


14. Terjadinya kehancuran di muka bumi


Apabila skala pembangkangan semakin meluas, maka skala akibat yang akan terjadi dari pembangkangan itu pun menjadi luas. Lihatlah, betapa banyak bencana yang terjadi di darat, di laut, dan di udara. Kita pun ikut merasakan itu semua sebagai pengaruh dan akibat para pelaku kejahatan yang sudah memperluas radius kejahatannya. Oleh sebab itu, Allah SWT menjelaskan semua kehancuran yang ada di atas planet bumi ini akibat ketidakcocokan perilaku pengurusnya dengan keinginan Allah SWT. Allah berfirman,

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (ar-Ruum: 41)



Rasulullah saw. bersabda,


“Wahai, kaum Muhajirin, ada lima hal yang aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak menemukannya. Tidaklah perzinaan merajalela dalam suatu kaum sehingga mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali mereka akan ditimpa oleh bermacam-macam penyakit yang belum pernah terjadi pada kaum pendahulu mereka. Dan tidak ada suatu kaum melakukan kecurangan dengan mengurangi ukuran dan timbangan, kecuali akan ditimpakan kepada mereka keadaan paceklik dan mahalnya harga kehidupan, dan akan diangkatnya pemimpin yang zalim. Dan tidaklah suatu kaum menahan kewajiban harta mereka, kecuali mereka tidak akan diberi curah hujan dari langit. Seandainya saja tidak ada binatang ternak, niscaya tidak akan ada curah hujan. Dan tidaklah mereka melanggar perjanjian dengan Allah dan Rasul-Nya, kecuali Allah akan mengirim musuh dari selain mereka dan merampas sebagian yang mereka miliki. Seandainya para pemimpin mereka tidak mau berhukum dengan apa yang diturunkan Allah di dalam kitab-Nya, kecuali Allah akan menjadikan perseteruan dan pertempuran di antara mereka sendiri.” (HR Ibnu Majah)


Itulah beberapa akibat pelanggaran yang sangat mengerikan dan menakutkan dikarenakan sifatnya luas menjangkau seluruh manusia.


15. Kemaksiatan memadamkan api cemburu serta menghilangkan rasa malu


Kecemburuan laksana pemanas insting bagi kehidupan seluruh badan. Cemburu adalah panasnya tubuh yang bisa menimbulkan sifat busuk dan tercela, sebagaimana menghilangkan kotoran dari emas perak dan tembaga. Adapun orang yang paling mulia dan paling tinggi keinginannya adalah orang yang paling memiliki kecemburuan terhadap dirinya dan umumnya manusia. Oleh sebab itu, Nabi adalah orang yang paling cemburu atas umatnya, dan Allah SWT lebih pencemburu lagi daripada Nabi-Nya. Rasulullah saw. bersabda,


“Apakah kalian terkejut melihat kecemburuan Sa’ad? Sesungguhnya aku lebih pencemburu darinya dan Allah lebih pencemburu daripada aku.”


Dalam hadits sahih lainnya, Rasulullah saw. bersabda,


“Wahai umat Muhammad, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah SWT ketika hamba-Nya laki-laki berzina dan hamba-Nya yang wanita berzina.”


Adapun sifat malu adalah sesuatu yang inheren dengan keimanan. Di kala keimanan masih menempel pada diri seseorang, maka yakinlah rasa malunya masih bisa ditemukan. Akan tetapi, di kala salah satu dari keduanya hilang, maka jangan diharapkan yang lainnya bisa ditemukan. Rasulullah saw. bersabda,


“Dari sebagian yang didapatkan manusia dari perkataan kenabian yang pertama adalah, ‘Apabila kamu tidak memiliki rasa malu, maka berbuatlah sesuai dengan keinginanmu.’”

III. Penutup




Semoga Allah memberikan pertolongan dan kekuatan kepada kita untuk senantiasa mampu melawan Syaitan dan kemaksiatan: dengan memberikan ilmu, ketenangan jiwa, kekuatan hati dan menyinari dengan cahaya-Nya yang tak pernah redup. Semoga taufiq dan hidayah-Nya juga senantiasa melimpah, agar kita mampu untuk melakukan segala bentuk ketaatan demi memperoleh kebaikan, keberkahan, dan keridhaan Allah Rabbul ’Alamin. Amiin.


Waallahu a’lam bish-shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar