Selasa, 31 Januari 2012

Manfaat Menahan Marah

Ada manfaat yang sangat besar apabila kita dapat menahan marah. Tidak saja manfaat bagi fisik dan kesehatan, tetapi juga manfaat bagi rohani dan keagamaan yang bersifat islami.

Manfaat fisik dan kesehatan dari menahan marah dapat berupa terhindarnya kita dari hormon noradrenalin. Hormon noradrenalin adalah senyawa beracun yang bersama-sama hormon adrenalin (hormon yang timbul akibat kecemasan dan ketakutan yang teramat sangat) dapat memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah dan bahkan dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Biasanya orang yang takut dan marah dadanya akan tersa sesak dan nafasnya tersengal-sengat. Itu semua merupakan akibat munculnya dua hormon tersebut.

Maka apabila kita berhasil menahan marah, berarti kita telah menjauhkan diri dari salah satu faktor penyebab penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Dan berarti juga kita telah mengeliminir salah satu sebab gagal jantung dan penyakit stroke.

Perlu diketahui juga bahwa bila gagal dalam menahan marah akan berakibat dan beresiko pada :

1. perbuatan atau tindakan yang tak terkontrol karena kehilangan kesadaran normal
2. dikucilkan atau dijauhi orang lain
3. menghilangkan keharmonisan hubungan sosial
4. mempengaruhi syaraf di otak
5. rusak dan hancurnya harta benda
6. membuka pintu bagi syetan untuk mempengaruhi tindakannya.

Dikarenakan manfaat yang sangat besar bila menahan marah dan resiko yang juga sangat besar bila mengikuti sifat marah atau mengumbar kemarahan maka kemudian Rasul memberikan dalil larangan marah :


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ

“Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. : (Ya Rasulallah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Seseorang itu menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan engkau marah.” (HR. Bukhori )

Sedangkan manfaat menahan marah bagi rohani dan keagamaan dapat dilihat dari dijadikannya menahan marah sebagai indikator takwa seseorang dan dijamin masuk surga.

Tentang menahan marah sebagai indikator takwa, terungkap dalam Firman Allah QS. Ali Imron 133-134 sebagai berikut :

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imron : 133-134)

Sedangkan jaminan surga bagi yang mampu menahan marah termaktub dalam Hadits Rasulullah tentang larangan marah berikut ini :

عن ابي درداء قال قلت يا رسول الله دلّني علي عمل يدخلني الجنة قال لا تغضب ولك الجنة

“Ya Rasulallah, tunjukkan kepadaku suatu amal yang dapat memasukkanku ke surga. Rasul menjawab :”jangan marah, maka untukmu surga”.” (HR. Thabrani)

DALIL BAHWA DOA SEORANG MUSLIM DIKABULKAN

Allah Subhanahu waTa`ala berfirman,

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu." (Al-Baqarah: 186).
Dan Allah 'Azza Wa Jalla berfirman,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (Al-Mukmin: 60).
(1278) Kami meriwayatkan dalam kitab at-Tirmidzi dari Ubadah bin ash-Shamit radiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَا عَلَى وَجْهِ اْلأَرْضِ مُسْلِمٌ يَدْعُو اللهَ بِدَعْوَةٍ، إِلاَّ آتَاهُ اللهُ إِيَّاهَا، أَوْ صَرَفَ عَنْهُ مِنَ السُّوْءِ مِثْلَهَا، مَا لَمْ يَدْعُ بِإِثْمٍ أَوْ قَطِيْعَةِ رَحِمٍ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: إِذًا نُكْثِرُ؟ قَالَ: اللهُ أَكْثَرُ
"Tidaklah seorang Muslim di muka bumi ini yang berdoa kepada Allah dengan sebuah doa melainkan Allah pasti mengabulkan permintaannya, atau Dia menyingkirkan keburukan darinya (sebagai gantinya) dengan sebesar permintaannya (dari sisi kualitas dan kuantitas), selama dia tidak berdoa untuk suatu perbuatan dosa atau pemutusan silaturrahim'. Maka seorang laki-laki dari suatu kaum berkata, 'Kalau begitu kami akan memperbanyak (doa)'. Nabi menjawab, 'Allah (memiliki karunia) lebih banyak (daripada permintaanmu)'."
Hasan Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad 5/329; at-Tirmidzi, Kitab ad-Da'awat, Bab Fi Intizhar al-Faraj, 5/566, no. 3573; Abu Nu'aim dalam Hilyah al-Auliya`5/137; al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 1131; al-Baghawi, no. 1387: dari jalur Muhammad bin Yusuf, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Makhul, dari Jubair bin Nufair, dari Ubadah dengan hadits tersebut.
Abu Nu'aim berkata, "Zaid bin Waqid dan Hisyam bin al-Ghaz meriwayatkannya dari Makhul semisalnya". Saya berkata, "Ath-Thabrani meriwayatkan mutaba'ah ini dalam al-Mu'jam al-Ausath, no. 147, dan juga dalam ad-Du'a`, no. 86 dari jalur Maslamah bin Ali dari keduanya. Maslamah ini adalah seorang yang matruk (ditinggalkan) maka mutaba'ahnya tidak bernilai sedikit pun. Al-Baghawi mengatakan hadits tersebut, "Hadits hasan gharib". Saya berkata, "Disebabkan oleh Ibnu Tsauban maka di dalamnya terdapat pembicaraan, tapi ia tidak turun dari derajat hasan. At-Tirmidzi berkata, dan kemudian disepakati oleh an-Nawawi dan al-Albani, "Hadits hasan shahih". Saya berkata, "Hasan shahih dengan syahidnya berikutnya."
At-Tirmidzi berkata, "Hadits ini hasan shahih."
(1279) Dan diriwayatkan oleh al-Hakim Abu Abdillah dalam al-Mustadrak 'Ala ash-Shahihain dari riwayat Abu Sa'id al-Khudri, dan dia menambahkan di dalamnya,

أَوْ يَدَّخِرَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلَهَا.
"....atau Dia menyimpankan pahala semisal untuknya."
Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, no. 29161; Ahmad 3/18; Abu Ya'la, no. 1019; al-Hakim 1/493; al-Baihaqi dalam asy-Syu'ab, no. 1128 dan 1130: dari beberapa jalur, dari Ali bin Ali ar-Rifa'i, dari Abu al-Mutawakkil an-Naji, dari Abu Sa'id al-Khudri dengan hadits tersebut.
Sanad ini hasan disebabkan oleh ar-Rifa'i, pada dirinya terdapat pembicaraan, tapi haditsnya tidak turun dari derajat hasan. Hadits tersebut telah dimutaba'ah, maka ath-Thabrani telah meriwayatkannya dalam al-Mu'jam ash-Shaghir, no. 1025: dari jalur Sa'id bin Basyir, dari Qatadah, dari Abu al-Mutawakkil. Dan Sa'id adalah seorang yang dhaif, apalagi haditsnya dari Qatadah. Al-Baihaqi meriwayatkannya dalam asy-Syu'ab, no. 1129: dari jalur Sulaiman at-Taimi, dari Abu ash-Shiddiq an-Naji, dari Abu Sa'id. Dan yang zahir bahwa dia tidak terjaga sebagaimana yang dikatakan oleh al-Baihaqi. Akan tetapi hadits tersebut shahih dengan terkumpulnya jalur-jalur ini. Al-Hakim dan al-Albani menshahihkannya. Al-Mundziri dan al-Haitsami menguatkannya.
(1280) Kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda,

يُسْتَجَابُ لأَحَدِكُمْ مَا لَمْ يَعْجَلْ فَيَقُوْلَ: قَدْ دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي.
"Doa akan dikabulkan untuk salah seorang dari kalian selama tidak tergesa-gesa (minta dikabulkan). Di mana dia berkata, 'Saya telah berdoa, namun belum dikabulkan untukku'."
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab ad-Da'awat, Bab Yustajabu li al-'Abdi Ma Lam Ya'jal, 11/140, no. 6340; dan Muslim, Kitab adz-Dzikr, Bab Yustajabu li ad-Da'i Ma Lam Ya'jal, 4/2095, no. 2735.